Pada masa remaja berkembang “social cognition” yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai pribadi yang unik, baik
menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, maupun perasaannya. Pemahaman ini
mendorong remaja menjalin hubungan social dengan seseorang yang lebih akrab
dengan mereka, terutama teman sebaya, baik melalui jalinan persahabatan maupun
percintaan.
Kehidupan social pada masa remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi
intelektual dan emosional. Seseorang remaja dapat mengalami sikap hubungan
social yang bersifat tertutup sehubungan dengan masalah yang dialami remaja.
Keadaan atau peristiwa ini oleh Erik Erickson (dalam Letfon, 1982:281)
dinyatakan bahwa anak telah dapat mengalami krisis identitas. Proses
pembentukan identitas diri dan konsep diri seseorang adalah sesuatu yang
kompleks. Konsep diri anak tidak hanya terbentuk dari bagaimana anak percaya
tentang keberadaan dirinya sendiri, tetapi juga terbentuk dari bagaimana orang
lain percaya tentang keberadaan dirinya. Banyak remaja yang amat percaya pada
kelompok mereka dalam menemukan jati dirinya. Dalam hal ini Erickson
berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh
sosiokultural.
Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Adapun sejumlah karakteristik
menonjol dari perkembangan social remaja, yaitu:
1) Berkembangnya
Kesadaran akan Kesunyian dan Dorongan akan Pergaulan
Masa remaja bisa disebut sebagai masa social karena sepanjang masa
remaja hubungan social semakin tampak jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan
kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari konpensasi dengan mencari
hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan.
2)
Adanya Upaya Memilih Nilai-Nilai Sosial
Ada dua kemungkinan yang ditempuh
oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai social tertentu, yaitu
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada pendirian dengan
segala akibatnya.
3)
Meningkatnya Ketertarikan pada Lawan Jenis
Remaja sangat sadar akan dirinya tentang bagaimana
pandangan lawan jenis mengenai dirinya. Masa remaja sering kali disebut juga
sebagai masa biseksual. Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan
dengan perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang berkembang secara dominan
bukanlah perkembangan jasmani yang berlainan, melainkan tumbuhnya ketertarikan
terhadap jenis kelamin yang lain. Hubungan social yang tidak terlalu
menghiraukan perbedaan jenis kelamin pada masa-masa sebelumnya, kini beralih
kearah hubungan social yang dihiasi perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin.
Ada yang mengistilahkan bahwa dunia remaja telah menjadi dunia erotis (Sunarto,
1998). Keinginan membangun hubungan social dengan jenis kelamin lain dapat
dipandang sebagai suatu yang berpangkal pada kesadaran akan kesunyian.
4)
Mulai Cenderung Memilih Karier Tertentu
Karakteristi berikutnya sebagaimana
dikatakan oleh Kuhlen bahwa ketika sudah memasuki masa remaja akhir, mulai
tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier tertentu meskipun dalam
pemilihan karier tersebut masih mengalami kesulitan. Ini wajar karena pada
orang dewasa pun kerap kali masih terjadi perubahan orientasi karier dan
kembali berusaha menyesuaikan diri dengan karier barunya.
Karakteristik Penyesuaian Sosial Remaja
Alexander A. Schneiders (dalam
Syamsu Yusuf. 2002:1999) menjelaskan karakteristik penyesuaian social remaja
sebagai berikut:
1. Di
Lingkungan Keluarga
·
Menjalin
hubungan yang baik dengan para anggota keluarga.
·
Menerima
otoritas orang tua dan mau mentaati peraturan yang ditetapkan orang tua.
·
Menerima
tanggung jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga.
·
Berusaha
untuk membantu anggota keluarga, sebagai individu maupun kelompok dalam mencapai
tujuannya.
2. Di
Lingkungan Sekolah
·
Bersikap
respek dan mau menerima peraturan sekolah.
·
Berpartisipasi
aktif dalam kegiatan sekolah.
·
Menjalin
persahabatan dengan teman-teman di sekolah.
·
Bersikap
hormat dan patuh terhadap guru dan semua personil sekolah.
·
Membantu
sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya.
3. Di
Lingkungan Masyarakat
·
Mengakui
dan respek terhadap hak-hak orang lain.
·
Memelihara
jalinan persahabatan dengan orang lain.
·
Bersikap
simpati terhadap kesejahteraan orang lain.
·
Bersikap
respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan masyarakat.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Sosial
Perkembangan social manusia dipengaruhi oleh beberapa factor, yakni
keluarga, kematangan individu, status social ekonomi keluarga, tingkat
pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.
1.
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan
tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi
sosialisasi anak.di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan
dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya
anak.
Proses pendidikan yang bertujuan
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola
pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang
lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
2.
Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses social, member dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
3.
Status social ekonomi
Kehidupan social banyakdipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang remaja, bukan
sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteknya yang
utuh dalam keluarga anak itu “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam
pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma
yang berlaku didalam keluarga. Dari pihak remaja itu sendiri, perilakunya akan
banyak memperhatikan kondisi normative yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa”menjaga”
status sosial keluaranya. Dalam hal tertentu maksud menjaga status sosial
keluarganya itu mengakibatnya menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang
tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi
“terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit
dengan normanya.
4.
Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasiannya ilmu yang normatif, akan memberi
warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa
yang akan dating. Pendidikan dalam hal arti luas harus diartiakan bahwa
perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat dan
kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan. Kepada peserta
didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,tetapi
dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antar
bangsa. Etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan
tujuan untuk membentuk perilku kehidupan bermasyarakat dan beragama.
5.
Mental, emosi, dan intelegensi
Kemampuan berfikir banyak mempenngaruhi kemampuan belajar, memecahkan
masalah dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial remaja. Sikap saling
pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan dalam hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.
Dampak Perkembangan Sosial pada Remaja
Dibandingkan dengan bahaya yang terdapat dalam bidang sosialisasi,
bahaya yang ada pada beberapa bidang lain dalam perkembangan yang normal lebih
berat. Jika perilaku sosial tidak memenuhi
harapan sosial, hal itu membahayakan bagi penerimaan sosial oleh
kelompok. Jika hal ini terjadi, akibatnya akan menghilang kesempatan anak untuk
belajar sosial, sehingga sosialisasi mereka semakin jauh lebih rendah
dibandingkan dengan teman seusia. Bahaya paling umum dalam upaya menuju
sosialisasi, diantaranya:
1. Keterlantaran.
2. Partisipasi sosial yang terlalu banyak.
3. Ketergantungan yang berlebihan.
4. Penyesuaian yang berlebihan.
Dampak
Perkembangan Sosial
1. Persaingan.
Persaingan usia gang dalam
masa remaja akan muncul tiga bentuk persaingan di kalangan anggota kelompok
untuk memperoleh penghargaan di dalam kelompok itu sendiri, konflik antara gang
dan gang saingannya, dan konflik antara gang dan lembaga yang terorganisasi
dalam masyarakat. Masing-masing bentuk mempunyai pengaruh yang berlainan
terhadap sosialisasi anak remaja. Yang pertama mungkin menimbulkan permusuhan
dan pertengkaran di dalam gang, sehingga melemahkan kelompok dan kesetiaan
anggota. Yang kedua, berperan membina solidaritas dan rasa kesetiaan, sedangkan
yang ketiga, jika dapat dibina dalam batas yang kontruktif, berperan
mengembangkan kemandirian. Persaingan dikalangan anak remaja yang lebih tua
banyak mengakibatkan timbulnya pertengkaran,. Hal itu mungkin diekspresikan
dalam perkelahian yang agresif atau dalam cara yang lebih halus, seperti
mengeritik orang lain, mengeroyok seorang anak remaja yang tidak disukai karena
perilakunya yang mengganggu atau karena merupakan anggota kelompok minoritas
atau kelompok saingan, mengejek dan menggertak, tidak menghiraukan seseorang
anak atau sekelompok anak atau berbantah tanpa sebab yang nyata dengan
keinginan yang jelas untuk membuat orang lain merasa tidak senang atau jengkel.
2. Sikap Sportif
Sikap sportif adalah
kemampuan bekerja sama dengan orang lain sampai pada tingkat menekan
kepribadian individual dan mengutamakan semangat kelompok. Dari keanggotaan
suatu gang, anak dengan cepat belajar bahwa mereka harus bermain sesuai dengan
aturan permainan. Setiap pelanggaran terhadap hal ini, seperti bermain curang,
membuka rahasia, berbohong atau menggunakan cara licik, tidak akan ditolerir.
Apabila bekerja bersama-sama untuk memperoleh suatu imbalan bersama, anak-anak
remaja memperlihatkan interaksi yang positif seperti membantu satu sama lain
atau berbagi sarana. Jika bersaing, mereka melakukan interaksi yang negative,
seperti mengambil sarana untuk kepentingan sendiri, mengeluarkan ucapan yang
tidak bersahabat dan berusaha merintangi atau menguasai anak remaja lain.
3. Tanggung Jawab
Erat hubungannya dengan
sikap sportif adalah tanggung jawab yaitu kesediaan memikul bagian beban
seseorang. Jika anak remaja dari keluarga besar, karena kewajiban harus
mengembangkan tanggung jawab terhadap urusannya sendiri dan mengasuh saudara
yang lebih muda. Akan tetapi jika terlalu banyak tanggung jawab diberikan
kepada anak secara mendadak, hal itu akan melemahkan kepercayaan mereka
terhadap diri sendiri, terutama jika mereka menemui kegagalan. Oleh karena itu,
pengembangan rasa tanggung jawab harus dilakukan setahap demi setahap, dimulai
dengan tugas sederhana dan meningkat setelah anak remaja itu memperoleh
kepercayaan terhadap diri sendiri dan berpengalaman dalam bertanggung jawab
atas urusan mereka sendiri.
4. Wawasan Sosial
Wawasan social adalah
kemampuan untuk memahami arti situasi social dan ornag-orang yang ada dalam
situasi itu. Hal ini bergantung pada empati yaitu kemampuan untuk menempatkan
diri sendiri dalam keadaan psikologis orang lain dan untuk melihat suatu situasi
dari sudut pandang orang lain. Wawasan social biasanya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur. Peningkatan ini sebagian bergantung pada kematangan mental
(mental maturation) dan sebagian lagi bergantung pada hasil mempelajari
pengalaman social. Akan tetapi, kemampuan anak untuk memahami perilaku dan
perasaan orang lain sampai pada tingkat tertentu baru berkembang secukupnya.
Anak remaja yang persepsi sosialnya lebih tinggi dibandingkan dengan teman
sebaya biasanya melakukan penyesuaian social yang lebih baik dan mendapatkan
penerimaan social yang lebih besar. Semakin pandai anak remaja itu, semakin
perseptif mereka. Semakin popular anak, semakin banyak kesempatan mereka untuk
Mengembangkan wawasan sosial.
5. Diskriminasi Sosial
Diskriminasi social, berarti
kecenderungan untuk melakukan pembedaan di antara orang-orang dan tanda atau
isyarat tertentu. Pembedaan ini biasanya disertai dengan cenderung untuk
memperlakukan mereka dengan cara berbeda dari orang lain. Anak remaja melakukan
diskriminasi terhadap orang lain memperlakukan orang lain sebagai orang yang
lebih rendah karena mereka berbeda, bukan karena mereka betul-betul lebih
rendah. Mereka menganggap orang-orang tersebut sebagai anggota suatu “kelompok
yang tidak masuk golongan” atau suatu “kelompok minoritas” karena status mereka
digolongkan atau suatu kelompok minoritas karena status mereka dianggap lebih
rendah, bukan karena jumlah mereka sedikit. Sebagai contoh, anak remaja yang
menjadi anggota gang menganggap bahwa status mereka lebih tinggi dibandingkan
dengan anak-anak remaja yang tidak menjadi anggota gang. Mereka juga menganggap
bahwa jika gang tempat mereka bergabung dikenal sebagai “lebih tinggi”, semua
gang lain tidak masuk golongan, sehingga dipandang lebih rendah.
6. Prasangka
Prasangka yaitu
kecenderungan untuk menggolongkan semua hal yang menjadi milik kelompok lain
sebagai lebih rendah, apakah itu kelompok social, keagamaan, ras, atau jenis kelamin
dan memperlakukan mereka sesuai dengan kelebihrendahan itu.
Peran
Bimbingan Konseling dalam mengatasi Masalah Sosial Remaja
Siswa pada masa kini dalam
hubungan sosialnya lebih cenderung suka membuat sebuah “geng” dan masih suka
mencari sosok yang diidolakan. Selain itu remaja juga memiliki masalah dalam
hubungan sosialnya baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Terkait dengan masalah
hubungan sosial yang dihadapi siswa guru pembimbing mempunyai peran penting
dalam mengatasinya. Pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai ruang lingkup
yang luas dan dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu segi fungsi, sasaran
layanan dan masalah. Dari segi fungsi mencakup fungsi-fungsi: pencegahan,
pemahaman, pengentasan, pemeliharaan, penyaluran, penyesuaian, pengembangan,
dan perbaikan.
Usaha
guru pembimbing dalam mengatasi siswa yang mengalami masalah sosial.
Dalam masalah sosial, guru pembimbing
sangat dibutuhkan dalam menangani masalah ini. Dengan cara mendiagnosis masalah
sosial siswa, diagnosis dilakukan dalam rangka memberikan solusi terhadap siswa
yang mengalami masalah sosial.
Untuk mendapatkan solusi
secara tepat atas permasalahan sosialnya, guru pembimbing harus terlebih dahulu
melakukan identifikasi dalam upaya mengenali gejala-gejala secara cermat
terhadap fenomena-fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya permasalahan
sosial yang melanda siswa. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui dan menetapkan
jenis masalah yang dihadapi klien lalu menentukan jenis bimbingan yang akan
diberikan. Dalam melakukan diagnostic sosial siswa perlu ditempuh
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengenal peserta didik yang mengalami
masalah sosial.
Dalam mengenali peserta
didik yang mengalami masalah sosial, cara yang paling mudah adalah dengan
melaksanakan sosiometri. Sosiometri merupakan suatu metode untuk mengumpulkan
data terntang pola dan struktur hubungan antara individu-individu dalam suatu
kelompok. Sehingga, akan tergambar siswa yang mengalami masalah sosial.
2) Memahami sifat dan jenis masalah sosial.
Langkah Langkah kedua dari
diagnosis masalah sosial ini mencari dalam hubungan apa saja peserta didik
mengalami masalah sosial. Dalam hal ini guru pembimbing memperhatikan bagaimana
perilaku siswa dalam pergaulan, baik di sekolah, rumah dan masyarakat.
3) Menetapkan latar belakang masalah sosial.
Langkah ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang latar belakang yang menjadi sebab timbulnya masalah
sosial yang dialami siswa. Cara ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku
siswa yang bersangkutan, selanjutnya dilakukan wawancara dengan guru, wali
kelas, orang tua dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan informasi yang luas
dan jelas.
4) Menetapkan usaha-usaha bantuan.
Setelah diketahui sifat dan
jenis masalah sosial serta latar belakangnya, maka langkah selanjutnya ialah
menetapkan beberapa kemungkinan tindakan-tindakan usaha bantuan yang akan
diberikan, berdasarkan data yang diperoleh.
5) Pelaksanaan bantuan.
Langkah ini merupakan
pelaksanaan dari langkah sebelumnya, yakni melaksanakan kemungkinan usaha
bantuan. Pemberian bantuan dilaksanakan secara terus menerus dan terarah dengan
disertai penilaian yang tepat sampai pada saat yang diperkirakan. Bantuan untuk
mengentaskan masalah sosial terutama menekankan akan penerimaan sosial dengan
mengurangi hambatan-hambatan yang menjadi latar belakangnya. Pemberian bantuan
ini bisa dilakukan melalui layanan konseling kelompok yang memanfaatkan
dinamika kelompok.
6) Tindak lanjut.
Tujuan langkah ini ialah
untuk menilai sejauh manakah tindakan pemberian bantuan telah mencapai bantuan
telah mencapai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut dilakukan secara terus
menerus, baik selama, maupun sesudah pemberian bantuan. Dengan langkah ini
dapat diketahui keberhasilannya.
KASUS
:
Masalah Keruntuhan akhlak remaja yaitu Pergaulan
Bebas.
Akibat persepsi dan pemaknaan yang keliru tentang
cinta, tidak jarang remaja terlibat dalam pergaulan yang terlalu bebas dan
permisif. Apapun boleh dilakukan, asal dilakukan atas dasar suka sama suka.
Tidak ada lagi pertimbangan tentang sebab dan akibat. Tidak ada lagi
pertimbangan berdasarkan hati nurani dan akal sehat. Dengan dalih cinta, apa
pun akan dilakukan. Biasanya kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat
dari pergaulan bebas tersebut membawa dampak yang negatif semisal kehamilan di
luar nikah, perasaan minder akibat kita merasa tidak seperti remaja-remaja lain
yang masih bersih.
Cara
mengatasi agar remaja tidak terjerumus dalam pergaulan bebas
Perbincangan mengenai keruntuhan
ahklak remaja adalah berkisar isu pelajar remaja. Justeru, strategi mengatasi
masalah seharusnya ditumpukan pada golongan remaja ini. Berikut beberapa
saran:
1. Peranan ibu bapa adalah amat penting dalam memberikan
perhatian yang serius terhadap anak-anak mereka. Ibu bapa mestilah
memperhatikan setiap gerak-geri atau pergerakan anak-anak mereka. Ibu bapa
hendaklah sentiasa mengetahui dan mengenal pasti masalah yang dihadapi
oleh anak mereka serta sanggup meluangkan masa untuk mengatasai masalah
tersebut. Ibu bapa juga seharusnya mengetahui rakan-rakan anak mereka dan
sentiasa memastikan anak-anak mereka berkawan dan bergaul dengan mereka yang
mempunyai kedudukkan moral yang baik. Selain itu ibu bapa hendaklah
menghabiskan sebahagian daripada masa seharian bersama anak-anak mereka dengan
memberikan keyakinan, keberanian, mewujudkan sikap positif terhadap masalah,
emosi dan keputusan. Selain itu tingkatkan penghayatan anak-anak terhadap
agama, nilai-nilai murni, motivasi, melatih anak cara bersopan, prinsip-prinsip
akauntabiliti, tepati janji, berketerampilan, menunjukkan keperibadian yang
mulia, amanah, sanggup menerima kelemahan diri serta meneroka potensi anak. Ibu
bapa hendaklah menjadi role model kepada
anak.
2.
Pendekatan
akademik. Ini boleh dilakukan dengan menambahkan aktiviti-aktiviti berteraskan
akademik dan separa akademik seperti kegiatan ko-kurikulum di sekolah.
Begitu juga dengan perubahan-perubahan teknik-teknik pengajaran seperti
penggunaan komputer, video, bantuan alat pandang dengar dan teknik pengajaran
luar kelas.
3.
Mewujudkan
sistem perundangan di sekolah. Peruntukan undang-undang di peringkat
sekolah boleh menimbulkan rasa takut di kalangan pelajar sekolah, di
samping mengurangkan beban dan tanggungjawab pihak sekolah dan pihak ibu
bapa dalam pengawasan disiplin.
4.
Penguatkuasaan
Undang-Undang oleh pihak berkuasa seperti polis. Bidang kuasa polis yang sedia
ada perlu digunakan oleh pihak pentadbir sekolah dalam mendisiplinkan
pelajar-pelajar. Pihak pentadbir hendaklah mengambil kesempatan dengan merujuk
masalah pelajar ini kepada pihak polis.
5.
Langkah-langkah
pencegahan yang bersesuaian hendaklah diadakan seperti kaunseling di peringkat
sekolah. Kaunseling di peringkat sekolah adalah penting dalam membantu remaja
mengatasi masalah mereka. Program ini akan lebih bermakna sekiranya
kaunselor-kaunselor yang berkelayakan dan berpengalaman dilantik dalam
memantapkan pelaksanaan dan keberkesanan kaunseling tersebut.
6.
Persatuan
Ibu Bapa dan Guru (PIBG) perlulah memainkan peranan yang penting. Pertemuan
yang lebih kerap antara ibu bapa, penjaga dan guru perlu diadakan khasnya bagi
pelajar-pelajar yang bermasalah. Ibu bapa seharusnya menerima teguran daripada
guru dengan sikap terbuka dan positif. PIBG jangan lah jadi umpama “KUCING TAK
BERGIGI, TIKUS LOMPAT TINGGI-TINGGI”
No comments:
Post a Comment